"Con, ayo bangun... udah adzan subuh. Sarapan sudah siap juga, mau dibungkus atau dimakan disini..." Tradisi ini berlangsung 2 tahun yang lalu ketika aku berada di bangku SMA, tepatnya saat persiapan untuk sekolah dan menunggu Bis PG ( bis antar jemput siswa dari Asembagus ke Situbondo PP ). Kini telah sampai usiaku yang hampir memasuki kepala 2-an namun kebiasaan Ibu tidak pernah berubah ketika aku pulang ke rumah untuk menikmati liburan. Seketika melihat wajah tua yang terpampang, tidak mampu rasanya untuk menolak perilaku emas yang ibu berikan.
Ingin sekali kubalas jasa-jasa Ibu dengan hasil keringatku dan menghapus segala raut sedih yang tak bisa Beliau sembunyikan. Kenapa Ibu sesekali sedih? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang merupakan sebuah titik fasa diriku ini sedikit kesulitan memahami Ibu. Tiap malam pun, ketika aku berada di rumah, Beliau tidak habisnya meneteskan air mata dan beribu-ribu kesedihan terluapkan. Tangisannya bagaikan sebuah peluru yang menusuk diri ini. Tak kuat untuk melihatnya dan tak mampu juga melakukan apa-apa, hanya bisa berdoa dan berdoa demi kebahagiaannya.
Di hari yang cukup cerah, kuberanikan untuk bertanya, "Ibu, maafin aku jika telah menyakiti perasaan Ibu. Aku jarang sekali pulang hingga membuat Ibu merasa kangen berat. Apa yang membuat Ibu sedih akhir-akhir ini?". Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata disana. Terbata-bata Ibu berkata, "Tiba-tiba Ibu merasa kalian sudah dewasa, sudah mulai bisa menghidupi diri sendiri, bekerja keras, dan Ibu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, kalian sudah merasa bahagia. Dan ibu menangis karena bangga melihat kalian semua". Terlihat pula, banayk sekali beban berat yang sangat Ibu pikul dikehidupan ini. Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu.... bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelum-sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua sedih karena tidak membuka arti kebahagiaan berdasarkan sudut pandang masing-masing.
Diam-diam aku bermuhasabah… Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Kebahagiaan apa yang telah diberikan kepada Ibu? Ketika itu kutanya Beliau menjawab "Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan. Kalian tumbuh sehat adalah kebahagiaan. Prestasi di sekolah, perilaku kalian di lingkungan sekitar pun itu kebahagiaan IBu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan bagi orang tua." Lagi-lagi aku hanya bisa berucap “Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ummi. Masih banyak alasan ketika Ummi menginginkan sesuatu.”
Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang Ibu rumah tangga, Ibu bangun jam 2 pagi untuk berserah diri pada-Nya, menyiapkan makan sahur. Tepat pukul 3 dini hari, Ibu membangunkan kami untuk shalat Tahajud dan mempersiapkan diri untuk sahur. Sembari menunggu kami shalat, Ibu sedang sibuk di dapur tanpa adanya bantuan. Sesekali menawarkan pertolongan hanya senyum yang Ia berikan. Maafkan aku, Bu... 19 Jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak membuat Ibu lelah... Sanggupkan aku ya Allah.. ???
* * *
"Con, ayo bangun nak, sudah hampir Imsak... sahur udah siap di meja.." kata-kata itu tidak kudengar kembali... sebelum Ia bangun, aku sudah bersiap diri untuk membantunya. Kuucapkan terima kasih dan terlihat sekali binar kebahagiaan dari pancaran mata Ibu.
Cintaku ini milikmu, Ibu… Aku masih sangat membutuhkanmu… Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..






0 komentar:
Post a Comment