Pages

Friday, October 14, 2011

Sesama Muslim adalah Saudara (part 1)


#Sesama Muslim adalah saudara.  Meluruskan tingkah laku yang salah dan melanjutkan tingkah laku yang baik.#
Sebagai seorang Mahasiswa biasa, Ahmad selalu berjalan kaki menuju kampus teknik selama kurang lebih 20 menit. Di setiap perjalanannya, ada saja bayang-bayang yang selalui menghantui dirinya tentang kehidupan kampusnya. Kehidupan kampus yang dihuninya saat ini ternyata telah tercemar. Berbeda sekali dengan kehidupan sehari-harinya waktu SMA yang begitu erat dengan adat istiadat dan tingkah laku yang ada.
“Assalamualaikum Wr. Wb”, sapa anak tersebut. Lamunan Ahmad membawanya hingga tak sadarkan diri.
 “Woi, kesambet setan nanti!”, tambah anak itu dengan tangannya yang menepuk bahu Ahmad dengan keras.
“Astaghfirullah!”, sahut langsung Ahmad karena terkejut dengan kehadiran temannya itu.
“ealah, bar, ternyata kamu toh. Senang banget mengagetkan orang nih”. Tambah Ahmad.
“lah, wonk kamu disapa malah tidak ada respon. Gak baik juga kalo orang sering ngelamun itu. Kalo nanti kesambet, atau ketabrak gimana? Gak mau khan?”, tambah Akbar.
“Iya, iya, maaf. Oh ya, mana Alief?”, Tanya Ahmad.
“Yah, seperti biasalah, dia pasti telat bangun. Kemarin malem habis main dot A sih sampe malem sama anak-anak kos.”jawab Akbar.
“Anak itu gak ada berubahnya, kuliah bolos terus.”tambah Ahmad.
Setelah sedikit berbincang-bincang dengan Akbar, Ahmad kembali kepada lamunannya hingga sampai di gerbang kampus.
******
Ahmad mulai membaca ayat-ayat kecil dan bertasbih kepada-Nya karena ketidaktenangannya itu. Sejenak, lantunan tasbih tersebut berkumandang di mulutnya, tiba-tiba segerombolan mahasiswi datang dengan memakai pakaian standar kuliah mereka sendiri. Celana jeans dan pakaian ketat, sepatu, dan hanya membawa tas kecil yang cukup untuk dimasuki barang-barang kosmetik dan handphone mereka, tanpa ada sebuah buku mata kuliah. Tak lama setelah para mahasiswi tersebut masuk, muncul di belakangnya mahasiswa memakai celana robek-robek, pakaian kaos oblong dan memakai jaket. Inilah yang menjadi pikiranku tiap hari. Suasana kelas yang menjadi ramai setelah gerombolan itu datang dan kelas sering menjadi kurang kondusif.
******
Kelas pun usai, seperti biasa Alief datang tepat setelah kelas diakhiri yaitu saat pelaksanaan Shalat Dhuhur. Dengan menghiraukan suara Adzan, segerombolan mahasiswa-mahasiswi dan termasuk Alief yang datang terlambat langsung menuju kantin jurusan.
“Sudah tahu shalat kok… pas Lebaran… Haaaaa”, ungkap salah satu mahasiswa yang diajak oleh Ahmad untuk bergabung shalat berjamaah.
Alief, teman dekatnya sendiri, pun menolak ketika diajak pergi shalat berjamaah. Ahmad merasa bingung dan bersalah melihat kejadian seperti ini. Setiap hari, usahanya untuk mengajak melaksanakan shalat berjamaah ditolak. Dia, Akbar dan Ilham, teman kelasnya yang merupakan seorang mentor agama, memilih untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu.
******
Seusai shalat, Ahmad dan Akbar langsung menuju taman kampus, tempat tongkrongan mereka sebelum memulai kuliah selanjutnya.
“ Aku bingung dengan semua yang terjadi di kampus kita ini dan kelakukan Alief yang semakin hari semakin susah dikontrol?”, tanya Ahmad kepada Akbar.
“Aku juga sempat berfikiran seperti itu. Alief yang dulunya adalah orang yang taat beragama, namun setelah setahun di kampus ini Ia menjadi berbeda dengan aktifitasnya yang dulu, sudah jarang shalat dan malah menolak ajakan kita juga untuk sholat. Selain itu, aku juga mendapatkan teguran dari orang tuanya. Katanya, dia sering membantah orang tuanya dan mengejek pemulung yang sering berada di rumahnya”, tambah Akbar
“Nah, terus kita bagaimana menyelesaikan masalah ini. Kita pasti gak mau khan kehilangan teman kita yang sejak kecil selalu bersama-sama. Dulu pernah kutegur namun dia malah bilang ke aku, jangan jadi orang sok alim dan katanya keimananku masih belum cukup untuk membimbingnya”, ungkap Ahmad dengan perasaan bingung.
“Kalau menurut buku yang kubaca kemaren di perpustakaan mengenai akhlak dan etika pergaulan secara islami, kita harus berperilaku sesuai dengan syariat agama yang dianjurkan dan disitu juga ada aturan-aturan yang dikeluarin dari Al-Quran dan Hadis. Tapi, kalau masalah seberapa besar kita tahu tingkat keimanan kita, aku belum pernah baca bukunya ”tambah Akbar sambil menyakinkan argumennya.
Ahmad menjadi berfikir sejenak dan merenungkan sedikit ucapan yang dikeluarkan oleh Akbar. Apakah aku sudah mengenal agamaku ini sepenuhnya?. Apakah pikiranku ini salah kalau berfikiran tentang sikap dan perilaku dari mahasiswa-mahasiswi di kampusku? Apa yang harus kulakukan?. Kembalilah dia kedalam lamunannya.
“Kalau kayak begini terus, kita coba cari aja lagi bukunya dan selain itu, kita tanya pada orang yang lebih berpengalaman dalam hal keimanan ini, gimana?”, tanya Akbar sambil menghentikan lamunan Ahmad.
“Betul juga apa yang kamu katakan. Gimana kalau kita tanya hal ini dulu ke Ilham dan kita lihat sarannya baru setelah itu kita berfikir langkah selanjutnya.”tambah Ahmad.
Akhirnya mereka sepakat dan berencana akan langsung menemui Ilham usai mereka kuliah.
******

0 komentar: