#Sesama
Muslim adalah saudara. Meluruskan
tingkah laku yang salah dan melanjutkan tingkah laku yang baik.#
Sebagai seorang Mahasiswa biasa, Ahmad selalu berjalan
kaki menuju kampus teknik selama kurang lebih 20 menit. Di setiap
perjalanannya, ada saja bayang-bayang yang selalui menghantui dirinya tentang
kehidupan kampusnya. Kehidupan kampus yang dihuninya saat ini ternyata telah
tercemar. Berbeda sekali dengan kehidupan sehari-harinya waktu SMA yang begitu
erat dengan adat istiadat dan tingkah laku yang ada.
“Assalamualaikum Wr. Wb”, sapa anak tersebut. Lamunan
Ahmad membawanya hingga tak sadarkan diri.
“Woi, kesambet
setan nanti!”, tambah anak itu dengan tangannya yang menepuk bahu Ahmad dengan
keras.
“Astaghfirullah!”, sahut langsung Ahmad karena
terkejut dengan kehadiran temannya itu.
“ealah, bar, ternyata kamu toh. Senang banget
mengagetkan orang nih”. Tambah Ahmad.
“lah, wonk
kamu disapa malah tidak ada respon. Gak baik juga kalo orang sering ngelamun itu. Kalo nanti kesambet, atau
ketabrak gimana? Gak mau khan?”, tambah Akbar.
“Iya, iya, maaf. Oh ya, mana Alief?”, Tanya Ahmad.
“Yah, seperti biasalah, dia pasti telat bangun.
Kemarin malem habis main dot A sih sampe malem sama anak-anak kos.”jawab
Akbar.
“Anak itu gak ada berubahnya, kuliah bolos
terus.”tambah Ahmad.
Setelah sedikit berbincang-bincang dengan Akbar, Ahmad
kembali kepada lamunannya hingga sampai di gerbang kampus.
******
Ahmad mulai membaca ayat-ayat kecil dan bertasbih
kepada-Nya karena ketidaktenangannya itu. Sejenak, lantunan tasbih tersebut
berkumandang di mulutnya, tiba-tiba segerombolan mahasiswi datang dengan
memakai pakaian standar kuliah mereka sendiri. Celana jeans dan pakaian ketat,
sepatu, dan hanya membawa tas kecil yang cukup untuk dimasuki barang-barang
kosmetik dan handphone mereka, tanpa
ada sebuah buku mata kuliah. Tak lama setelah para mahasiswi tersebut masuk,
muncul di belakangnya mahasiswa memakai celana robek-robek, pakaian kaos oblong
dan memakai jaket. Inilah yang menjadi pikiranku tiap hari. Suasana kelas yang
menjadi ramai setelah gerombolan itu datang dan kelas sering menjadi kurang
kondusif.
******
Kelas pun usai, seperti biasa Alief datang tepat
setelah kelas diakhiri yaitu saat pelaksanaan Shalat Dhuhur. Dengan menghiraukan
suara Adzan, segerombolan mahasiswa-mahasiswi dan termasuk Alief yang datang
terlambat langsung menuju kantin jurusan.
“Sudah tahu shalat kok… pas Lebaran… Haaaaa”, ungkap
salah satu mahasiswa yang diajak oleh Ahmad untuk bergabung shalat berjamaah.
Alief, teman dekatnya sendiri, pun menolak ketika
diajak pergi shalat berjamaah. Ahmad merasa bingung dan bersalah melihat
kejadian seperti ini. Setiap hari, usahanya untuk mengajak melaksanakan shalat
berjamaah ditolak. Dia, Akbar dan Ilham, teman kelasnya yang merupakan seorang
mentor agama, memilih untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu.
******
Seusai shalat, Ahmad dan Akbar langsung menuju taman
kampus, tempat tongkrongan mereka sebelum memulai kuliah selanjutnya.
“ Aku bingung dengan semua yang terjadi di kampus kita
ini dan kelakukan Alief yang semakin hari semakin susah dikontrol?”, tanya
Ahmad kepada Akbar.
“Aku juga sempat berfikiran seperti itu. Alief yang
dulunya adalah orang yang taat beragama, namun setelah setahun di kampus ini Ia
menjadi berbeda dengan aktifitasnya yang dulu, sudah jarang shalat dan malah
menolak ajakan kita juga untuk sholat. Selain itu, aku juga mendapatkan teguran
dari orang tuanya. Katanya, dia sering membantah orang tuanya dan mengejek
pemulung yang sering berada di rumahnya”, tambah Akbar
“Nah, terus kita bagaimana menyelesaikan masalah ini.
Kita pasti gak mau khan kehilangan teman kita yang sejak kecil selalu
bersama-sama. Dulu pernah kutegur namun dia malah bilang ke aku, jangan jadi
orang sok alim dan katanya keimananku masih belum cukup untuk membimbingnya”,
ungkap Ahmad dengan perasaan bingung.
“Kalau menurut buku yang kubaca kemaren di
perpustakaan mengenai akhlak dan etika pergaulan secara islami, kita harus
berperilaku sesuai dengan syariat agama yang dianjurkan dan disitu juga ada
aturan-aturan yang dikeluarin dari Al-Quran dan Hadis. Tapi, kalau masalah
seberapa besar kita tahu tingkat keimanan kita, aku belum pernah baca bukunya ”tambah
Akbar sambil menyakinkan argumennya.
Ahmad menjadi berfikir sejenak dan merenungkan sedikit
ucapan yang dikeluarkan oleh Akbar. Apakah
aku sudah mengenal agamaku ini sepenuhnya?. Apakah pikiranku ini salah kalau
berfikiran tentang sikap dan perilaku dari mahasiswa-mahasiswi di kampusku? Apa
yang harus kulakukan?. Kembalilah dia kedalam lamunannya.
“Kalau kayak begini terus, kita coba cari aja lagi
bukunya dan selain itu, kita tanya pada orang yang lebih berpengalaman dalam
hal keimanan ini, gimana?”, tanya Akbar sambil menghentikan lamunan Ahmad.
“Betul juga apa yang kamu katakan. Gimana kalau kita
tanya hal ini dulu ke Ilham dan kita lihat sarannya baru setelah itu kita
berfikir langkah selanjutnya.”tambah Ahmad.
Akhirnya mereka sepakat dan berencana akan langsung
menemui Ilham usai mereka kuliah.
******










